Connect with us

Dayak

Kampung Dongeng Berhasil Melatih 54 Pendongeng untuk Kalimantan Barat

Penuh dengan kreativitas, 54 pendongeng di Kalimantan Barat telah diberdayakan oleh Kampung Dongeng—cerita apa yang menarik yang akan muncul dari keterampilan baru mereka?

storytellers trained in kalimantan

Kami di Kampung Dongeng baru-baru ini melatih 54 pencerita cerita yang antusias di Kalimantan Barat, menyalakan semangat untuk kreativitas naratif. Pelatih kami, termasuk praktisi budaya dan jurnalis, membimbing peserta melalui teknik-teknik bercerita yang esensial, mendorong mereka untuk merangkul suara dan emosi unik mereka dalam bercerita. Dengan aktivitas praktis dan sesi tentang metode digital, kami memberdayakan semua orang untuk melibatkan audiens modern. Kepercayaan diri yang baru muncul bersinar dalam semangat mereka, menjanjikan masa depan yang cerah untuk bercerita di wilayah tersebut. Temukan apa yang akan datang untuk para pencerita berbakat ini!

Pada pertemuan yang penuh semangat pada tanggal 18 Februari 2025, Kampung Dongeng Kalimantan Barat berhasil mengumpulkan 54 peserta yang antusias untuk Story Camp 1 di Kampung Inggris, Singkawang. Kami merasakan energi yang mengalir di udara saat kami memasuki ruangan, yang bergemuruh dengan harapan untuk belajar seni bercerita. Setiap peserta datang dengan latar belakang dan pengalaman yang unik, semua bersatu karena memiliki hasrat yang sama terhadap kreativitas naratif.

Pelatihan tersebut dirancang untuk menutupi teknik-teknik bercerita esensial yang kami perlukan untuk memikat audiens kami. Pelatih-pelatih ahli, termasuk praktisi budaya dan jurnalis, berbagi wawasan mereka yang sangat berharga, membimbing kami melalui dasar-dasar bercerita. Mereka mendorong kami untuk menjelajahi kedalaman imajinasi kami, mendesak kami untuk memeluk suara kami sambil menguasai teknik vokal. Kami belajar cara menyuntikkan emosi ke dalam cerita kami, membuatnya beresonansi secara mendalam dengan pendengar, dan kami mempraktikkannya dalam berbagai kegiatan yang menarik.

Yang paling menonjol bagi kami adalah penekanan pada kreativitas dalam bercerita. Kami belajar untuk berpikir di luar format tradisional, merangkul jalan baru seperti bercerita digital. Para pelatih menginspirasi kami untuk menyusun narasi kami dalam format kreatif yang akan menarik audiens modern. Kami meninggalkan kamp dengan perasaan diberdayakan, kepercayaan diri kami diperkuat oleh pengetahuan bahwa kami dapat memanfaatkan teknologi untuk berbagi cerita kami.

Lebih lanjut, kamp menyediakan sesi penting tentang keterampilan bahasa Inggris dan keamanan internet, mengakui bahwa bercerita tidak hanya tentang cerita yang kami ceritakan, tetapi juga tentang bagaimana kami menavigasi lanskap digital. Dengan alat-alat ini di tangan kami, kami merasa dilengkapi untuk berbagi cerita kami dengan audiens yang lebih luas, melampaui batas geografis.

Tujuan kolektif kami adalah untuk menghidupkan kembali budaya bercerita di Kalimantan Barat, membina pemahaman yang lebih kaya tentang warisan kami sambil mempromosikan pengembangan karakter pada anak-anak. Kami menyadari bahwa bercerita bukan hanya bentuk seni; ini adalah cara untuk membentuk perspektif dan menumbuhkan empati. Dengan berinteraksi dengan pikiran muda melalui narasi yang menarik, kami dapat menginspirasi kreativitas dan berpikir kritis, membuka jalan bagi masa depan di mana cerita berkembang.

Saat kami mengakhiri kamp, kami tidak bisa tidak merasa ada rasa persatuan dan harapan yang mendalam. Bersama-sama, kami bukan hanya pencerita; kami adalah penjaga budaya, juara kreativitas, dan pendukung kebebasan yang dapat dibawa oleh cerita. Perjalanan ke depan terlihat cerah, dan kami bersemangat untuk membagikan keterampilan baru kami dengan komunitas kami.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dayak

Perbedaan Metode Penentuan Awal Puasa di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei

Perbedaan mencolok dalam tanggal mulai Ramadan di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei mengungkapkan praktik budaya yang menarik yang membentuk pengalaman puasa unik mereka. Apa yang mempengaruhi variasi ini?

differences in ramadan determination

Ketika kita menyelami berbagai metode puasa yang dipraktikkan di Asia Tenggara, sangat menarik untuk mengamati bagaimana nuansa budaya membentuk pengamatan Ramadan di setiap negara. Di Indonesia, misalnya, dimulainya Ramadan pada 1 Maret 2025 bergantung pada pengamatan bulan nasional (rukyat) yang dikonfirmasi di Aceh. Metode ini mencerminkan komitmen negara terhadap pendekatan yang bersatu, di mana satu pengamatan dapat menentukan awal puasa bagi jutaan orang. Signifikansi budaya dari praktik ini tidak hanya tentang tindakan berpuasa; ini mencakup identitas kolektif dan pengalaman bersama, yang sangat tertanam dalam praktik tradisional Indonesia.

Sebaliknya, tetangga kita di Malaysia, Singapura, dan Brunei akan memulai Ramadan pada tanggal 2 Maret 2025. Di sini, menarik untuk dicatat bagaimana metode yang berbeda dari kriteria visibilitas hilal memainkan peran yang sangat penting. Setiap negara menggunakan pengamatan lokalnya sendiri, yang dipengaruhi oleh lokasi geografis dan kondisi atmosfer. Sudut elongasi yang berbeda dan ketinggian bulan saat pengamatan menciptakan titik awal yang berbeda untuk berpuasa. Perbedaan ini menggambarkan bagaimana signifikansi budaya melekat pada tradisi lokal, memperkuat identitas unik dari setiap negara dalam kelompok MABIMS, yang mencakup Malaysia, Brunei, Indonesia, dan Singapura.

Meskipun ada kerja sama dalam praktik Islam, kepatuhan setiap negara terhadap kriterianya sendiri dalam menentukan awal Ramadan menumbuhkan kain kepercayaan dan adat yang kaya. Bagi kita, ini merupakan pengingat bahwa apa yang mungkin tampak sebagai pengamatan astronomi sederhana itu kaya akan makna budaya yang mendalam. Pendekatan ini menumbuhkan rasa hormat terhadap bagaimana setiap komunitas menafsirkan keyakinan mereka melalui lensa praktik tradisional mereka.

Saat kita merenungkan perbedaan ini, kita dapat menghargai kebebasan yang datang dari beragam interpretasi kepercayaan bersama. Dengan mengakui bahwa pengalaman Ramadan kita sendiri dipengaruhi oleh adat lokal, kita membudidayakan pemahaman yang lebih dalam tentang praktik tetangga kita. Tindakan berpuasa melampaui sekadar ritual; itu menjadi perayaan identitas, komunitas, dan spiritualitas.

Dalam eksplorasi etnografi ini, kita melihat bagaimana pengamatan Ramadan di Asia Tenggara bukan sekadar tentang tanggal mulai berpuasa. Ini adalah ekspresi yang dinamis dari signifikansi budaya dan kesempatan bagi kita untuk merangkul keragaman kaya yang ada dalam keyakinan bersama kita. Pada akhirnya, melalui variasi ini kita menemukan rasa persatuan dalam perbedaan kita.

Continue Reading

Dayak

Erdogan Memberikan Mobil Listrik, Prabowo Memberikan Kris Tradisional

Ingin tahu bagaimana hadiah mobil listrik Erdogan dan kris tradisional Prabowo melambangkan hubungan diplomatik yang lebih dalam? Kisahnya terungkap dengan signifikansi budaya dan kolaborasi masa depan.

electric car and traditional kris

Hibah mobil listrik Togg T10X oleh Erdogan kepada Prabowo Subianto dari Indonesia menyoroti perpaduan teknologi modern dan warisan budaya yang kaya. Gestur ini melambangkan hubungan erat yang telah berkembang selama tujuh dekade antara Turki dan Indonesia. Sebagai balasan, Prabowo menyajikan sebuah kris Bali tradisional, yang menunjukkan keahlian kerajinan tangan Indonesia. Bersama-sama, hadiah-hadiah ini tidak hanya menekankan rasa saling menghormati tetapi juga membuka jalan untuk kerjasama di masa depan. Masih banyak lagi yang bisa dijelajahi tentang pertukaran diplomatik penting ini.

Selama kunjungan negara penting pada tanggal 12 Februari 2025, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan hadiah sebuah mobil listrik Togg T10X kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto, menunjukkan hubungan erat antara Turki dan Indonesia. Gestur ini lebih dari sekedar pertukaran diplomatik; ini mewakili kemitraan strategis yang merangkul inovasi dan warisan budaya.

Togg T10X, dengan fitur canggihnya termasuk konektivitas pintar dan jarak tempuh baterai hingga 523 kilometer, merupakan lambang kemajuan Turki dalam teknologi kendaraan listrik, suatu area yang semakin penting di dunia saat ini. Saat kita meninjau peristiwa ini, kita melihat bahwa Togg T10X tidak hanya sebagai simbol kemajuan teknologi tetapi juga sebagai komitmen terhadap keberlanjutan dan solusi otomotif modern.

Dengan tren global yang beralih ke transportasi ramah lingkungan, inisiatif Turki dalam teknologi kendaraan listrik menonjolkan perannya sebagai negara yang berpikiran maju. Hadiah ini membantu memperkuat keterlibatan Indonesia dengan kemajuan teknologi, mempromosikan visi bersama untuk masa depan yang lebih hijau sambil meningkatkan hubungan bilateral.

Sebagai balasan, Presiden Prabowo memberikan Erdogan senapan serbu Pindad SS2-V4A2 dan keris tradisional Bali, menunjukkan warisan budaya kaya Indonesia. Keris tersebut, khususnya Keris Bali Gegodohan, adalah artefak yang terkenal, terkenal dengan kerumitan pengerjaannya dan warna emas-kuning.

Hadiah ini melambangkan lebih dari sekedar tanda penghargaan; itu mencerminkan signifikansi budaya yang mendalam dan keahlian yang diwakili oleh Indonesia. Dengan menyajikan keris, Prabowo menegaskan pentingnya pertukaran budaya, menekankan bahwa meskipun teknologi mendorong kemajuan, warisan budaya menguatkan identitas kita dan membina rasa saling menghormati.

Pertukaran hadiah ini menggambarkan keseimbangan antara modernitas dan tradisi, memperkuat hubungan diplomatik yang telah dibina selama tujuh dekade. Dengan mengakui kemajuan dan warisan budaya masing-masing negara, kedua negara dapat bekerja menuju masa depan kolaboratif.

Dialog semacam ini sangat penting, terutama saat kita menavigasi dunia yang semakin saling terhubung.

Continue Reading

Dayak

Insiden Kontroversial di MTQ Medan: Kepala Kecamatan Jelaskan Tarian Tanpa Hijab

Mengurai tarian bebas hijab di MTQ Medan mengungkap pertanyaan lebih dalam tentang identitas budaya dan norma agama—apa artinya ini bagi masa depan Indonesia?

controversial dance without hijab

Pada acara MTQ baru-baru ini di Medan, para wanita melakukan tarian tanpa hijab yang mewakili komunitas Tionghoa, memicu debat tentang ekspresi budaya versus ekspektasi agama. Camat Medan Kota, Raja Ian Andos Lubis, menjelaskan bahwa pertunjukan tersebut adalah perayaan budaya dan bukan bagian dari kompetisi resmi. Insiden ini menonjolkan kompleksitas multikulturalisme di Indonesia, menunjukkan perlunya dialog tentang koeksistensi dan rasa saling menghormati antara praktik budaya dan agama yang beragam. Ada lebih banyak lagi yang perlu dijelajahi tentang situasi dinamis ini.

Saat kita merenungkan peristiwa terkini di Kompetisi Tilawah Al-Quran (MTQ) di Medan, kita ditantang untuk memahami kompleksitas representasi budaya dalam konteks keagamaan. Video yang menjadi viral menunjukkan para wanita menari tanpa kerudung selama pembukaan kompetisi telah memicu perdebatan yang signifikan. Pertunjukan tersebut, yang menampilkan tarian tradisional “Gong Xi” dalam perayaan Imlek, dilakukan oleh sebuah grup yang mewakili komunitas etnis Tionghoa. Insiden ini memunculkan pertanyaan kritis mengenai ekspresi budaya dan ekspektasi keagamaan, terutama dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia.

Camat Medan Kota, Raja Ian Andos Lubis, menjelaskan bahwa tarian tersebut merupakan bagian dari acara budaya yang terjadi di luar venue MTQ dan tidak secara resmi terkait dengan kompetisi itu sendiri. Pernyataannya menekankan bahwa niat di balik penampilan tersebut adalah untuk merayakan keragaman budaya bukan untuk menantang atau mengabaikan norma-norma keagamaan. Pembedaan ini penting; menunjukkan perjuangan berkelanjutan untuk menyeimbangkan ekspresi budaya dengan ekspektasi keagamaan yang banyak dipegang teguh.

Saat kita mendiskusikan peristiwa ini, penting untuk mengakui implikasi yang lebih luas dari insiden semacam ini. Kontroversi seputar tarian tersebut mencerminkan ketegangan sosial antara mempertahankan identitas budaya dan mematuhi norma-norma keagamaan yang telah ada. Platform media sosial telah menjadi medan pertarungan untuk diskusi ini, dengan banyak orang berpendapat bahwa partisipasi multikultural memperkaya masyarakat kita, sementara yang lain menyatakan kekhawatiran tentang potensi penghinaan terhadap sentimen keagamaan.

Kita harus mempertimbangkan pentingnya multikulturalisme di Indonesia, sebuah negara yang dikenal dengan beragam etnisitas dan budayanya. Insiden di MTQ tersebut mengingatkan kita bahwa ekspresi budaya terkadang dapat bertabrakan dengan ekspektasi keagamaan, yang mengarah pada kesalahpahaman dan konflik. Masyarakat kita berkembang pada dialog, dan sangat penting untuk terlibat dalam percakapan yang mempromosikan pemahaman dan penghormatan di antara kelompok budaya yang berbeda.

Tarian yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa seharusnya tidak hanya dilihat melalui lensa kesopanan agama, tetapi sebagai kesempatan untuk pertukaran budaya. Hal ini mengundang kita untuk merenungkan bagaimana kita dapat menghormati keyakinan keagamaan kita sambil merayakan keanekaragaman budaya yang hidup bersama dalam negara kita.

Pada akhirnya, kuncinya terletak pada menciptakan lingkungan di mana ekspresi budaya disambut dan dihormati, sambil juga mengakui pentingnya tradisi keagamaan. Dalam menavigasi dinamika kompleks ini, kita dapat berupaya untuk masyarakat yang lebih inklusif yang menghargai keberagaman budaya serta nilai-nilai keagamaan, memperkaya pengalaman kolektif kita secara harmonis.

Continue Reading

Berita Trending

Copyright © 2025 The Speed News Indonesia