Politik
Mahfud mengatakan ini pertama kalinya militer dikerahkan untuk mengawal Kejaksaan, dan alasannya tidak masuk akal
Penempatan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya di kantor kejaksaan Indonesia menimbulkan pertanyaan mengkhawatirkan tentang integritas yudikatif dan pengawasan sipil, membuat banyak orang bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ketika kita menyelami penempatan personel militer yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menjaga kantor kejaksaan di Indonesia, kita tak bisa tidak mempertanyakan implikasi dari langkah tersebut. Ini menandai sebuah pergeseran signifikan dalam cara kita memandang peran institusi militer dan sipil. Pernyataan Mahfud MD bahwa ini adalah pertama kalinya militer terlibat di tingkat ini menimbulkan kekhawatiran langsung tentang integritas peradilan dan prinsip pengawasan militer.
Kerangka hukum yang mengatur penempatan ini sangat samar. Mahfud MD sendiri menegaskan bahwa kantor kejaksaan tidak memenuhi syarat sebagai objek vital nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) 63 tahun 2004. Pernyataan ini saja sudah menimbulkan keraguan terhadap legalitas penggunaan militer dalam kapasitas ini. Hukum yang ada saat ini, termasuk UU Kejaksaan dan UU TNI, tidak mengizinkan tindakan semacam ini, yang menimbulkan pertanyaan: dasar hukum apa yang membenarkan kehadiran militer secara tidak biasa ini?
Kita mungkin bertanya-tanya apakah pemerintah benar-benar percaya bahwa pengawasan militer diperlukan untuk menjamin keamanan kantor kejaksaan. Menggambarkan penempatan ini sebagai upaya kolaboratif dengan Kejaksaan Agung mungkin terdengar meyakinkan, tetapi justru menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pengikisan independensi yudisial.
Ketika personel militer ditempatkan di lembaga sipil, itu dapat mengaburkan batas antara pemerintahan sipil dan kekuasaan militer, dan ini bisa memiliki konsekuensi yang luas terhadap integritas sistem hukum kita.
Para kritikus dengan tepat menyoroti risiko yang terlibat dalam militarisasi lembaga sipil ini. Ada kekhawatiran sah bahwa kehadiran militer bisa merusak independensi penting yang menjadi dasar fungsi sistem peradilan kita secara adil dan tidak memihak.
Jika militer dipandang sebagai pelindung kantor kejaksaan, bagaimana hal itu mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap lembaga tersebut? Apakah tidak akan menciptakan suasana intimidasi daripada keadilan, di mana warga merasa bebas untuk mencari jalur hukum?
Saat kita mengevaluasi perkembangan ini, kita harus tetap waspada terhadap keseimbangan kekuasaan antara entitas militer dan sipil dalam pemerintahan kita. Integritas institusi hukum kita dipertaruhkan, dan implikasi dari penempatan ini bisa bergaung jauh melampaui konteks langsung.
Sangat penting bagi kita untuk terlibat dalam diskusi ini, mendorong sistem yang melindungi integritas yudisial tanpa mengorbankan kebebasan yang kita junjung tinggi. Kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah ini jalan yang kita inginkan untuk demokrasi kita?