Politik
Pentingnya Dialog antara TNI dan Organisasi Masyarakat Sipil dalam Revisi Undang-Undang TNI
Dialog antara TNI dan masyarakat sipil sangat penting untuk reformasi demokratis, namun ketegangan yang belum terselesaikan bisa membahayakan kemajuan. Apa yang diperlukan untuk memastikan akuntabilitas?

Saat kita terlibat dalam revisi berkelanjutan Undang-Undang TNI, sangat penting untuk mengakui pentingnya dialog antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan organisasi masyarakat sipil. Dialog ini bukan hanya formalitas prosedural; ia bertindak sebagai mekanisme vital untuk memastikan akuntabilitas militer dan mendorong reformasi tata kelola. Sidang publik yang diadakan pada tanggal 3-4 Maret 2025, menekankan kebutuhan ini dengan menyediakan platform bagi berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi seperti Institut Setara dan Imparsial, untuk menyuarakan kekhawatiran mereka.
Kita harus memahami bahwa implikasi dari fungsi ganda TNI tetap menjadi isu yang kontroversial. Organisasi masyarakat sipil telah menyatakan kekhawatiran yang signifikan mengenai potensi kebangkitan peran ganda ini, khawatir hal tersebut dapat mengundermine supremasi sipil dan mengikis tata kelola demokratis. Melibatkan masyarakat sipil dalam diskusi ini bukan hanya bermanfaat; itu esensial untuk menjaga keseimbangan kekuasaan yang menghormati prinsip demokrasi dan hak asasi manusah.
Selain itu, inklusi dari berbagai perspektif, dari jenderal yang telah pensiun hingga analis militer, memperkaya proses reformasi. Pendekatan komprehensif ini memungkinkan kita untuk tidak hanya menangani kerangka hukum tetapi juga dimensi sosiologis yang mempengaruhi hubungan militer-sipil. Dialog yang berkelanjutan sangat penting, terutama dalam menghadapi ketegangan yang dilaporkan antara militer dan polisi, yang telah terjadi sekitar 37 kali selama dekade terakhir. Dengan memupuk komunikasi terbuka, kita dapat bekerja untuk menyelesaikan masalah-masalah ini sebelum mereka meningkat menjadi konflik yang lebih luas.
Pelajaran yang dipetik dari protes masa lalu, seperti yang dipicu oleh Undang-Undang Cipta Kerja, menekankan kebutuhan akan masukan publik yang luas dalam proses legislatif. Ketika suara masyarakat sipil diabaikan, ketidakpuasan dapat dengan cepat berubah menjadi ketidaksetujuan publik. Dengan melibatkan aktif organisasi-organisasi ini, kita dapat mencegah kerusuhan semacam itu dan membangun model tata kelola yang lebih inklusif yang mencerminkan kebutuhan dan aspirasi semua warga negara.
Dalam hal ini, akuntabilitas militer bukan hanya kata kunci; itu adalah pilar reformasi tata kelola yang efektif yang memastikan TNI beroperasi dalam kerangka yang mengutamakan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan norma-norma demokrasi. Saat kita maju, marilah kita berkomitmen untuk dialog berkelanjutan yang merangkul transparansi dan akuntabilitas, memastikan TNI melayani rakyat dan memegang teguh nilai-nilai demokrasi kita.
Pada akhirnya, dengan terlibat dalam percakapan yang bermakna dengan masyarakat sipil, kita tidak hanya merevisi undang-undang; kita sedang meletakkan dasar untuk Indonesia yang lebih akuntabel, transparan, dan demokratis. Taruhan sangat tinggi, dan jalan ke depan memerlukan upaya kolektif kita dan komitmen tak tergoyahkan untuk prinsip-prinsip ini.