Bencana
Perbatasan Malaysia-Indonesia Terdampak Banjir, Puluhan Warga Kuching Terjebak
Dampak banjir di perbatasan Malaysia-Indonesia menyebabkan puluhan warga Kuching terjebak dan membutuhkan bantuan, tetapi apa yang terjadi selanjutnya?

Banjir yang sedang berlangsung di perbatasan Malaysia-Indonesia telah menyebabkan puluhan penduduk Kuching terisolasi dan sangat membutuhkan bantuan. Jalan-jalan yang terendam memisahkan komunitas di Sanggau, dengan ketinggian air banjir mencapai satu meter. Banyak yang menggunakan rakit darurat untuk mengarungi kondisi berbahaya ini, karena transportasi umum telah berhenti beroperasi. Otoritas lokal mendesak kita untuk mengutamakan keselamatan daripada rencana perjalanan, menekankan perlunya kehati-hatian selama krisis ini. Masih banyak yang perlu diungkap tentang dampak pada keluarga yang terkena dampak.
Seiring berlanjutnya hujan lebat, kita dihadapkan pada kenyataan pahit tentang banjir di sepanjang perbatasan Malaysia-Indonesia di Sanggau, Kalimantan Barat. Air banjir telah meningkat ke kedalaman yang mengkhawatirkan, menenggelamkan jalan-jalan dan mengisolasi komunitas. Dengan tingkat air mencapai hingga satu meter, keselamatan perjalanan menjadi kekhawatiran utama bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang mencoba bergerak ke dan dari Kuching, Malaysia, di Pos Perbatasan Entikong.
Sejak pagi tanggal 29 Januari 2025, puluhan orang telah terdampar di Perbatasan Entikong, perjalanan mereka terhenti oleh banjir yang tak kenal ampun. Beberapa orang telah menggunakan rakit darurat untuk menyeberangi area yang tergenang, menunjukkan ketahanan manusia di hadapan amukan alam. Namun, kita tidak bisa mengabaikan situasi yang serius ini—transportasi umum telah dihentikan, meninggalkan banyak orang tanpa sarana untuk melarikan diri dari air yang telah merambah kehidupan mereka.
Dampak bencana ini meluas lebih dari sekadar beberapa pelancong yang terdampar. Banjir telah mempengaruhi enam distrik di Kalimantan Barat, menenggelamkan lebih dari 103 desa dan mengusir lebih dari 10.000 rumah. Sekitar 21.920 keluarga kini bergulat dengan konsekuensi dari bencana alam ini. Perjuangan mereka menjadi pengingat keras tentang kekuatan alam yang tak terduga dan pentingnya respons banjir yang efektif dari otoritas lokal.
Menyusul kejadian ini, otoritas lokal telah mengambil tindakan proaktif, menyarankan pelancong untuk menunda perjalanan ke area perbatasan. Mereka menekankan kebutuhan kritis akan kehati-hatian dan keselamatan saat menavigasi daerah yang tergenang. Ini adalah seruan untuk memprioritaskan kehidupan dan kesejahteraan manusia daripada keinginan untuk bepergian. Meskipun kita semua menghargai kebebasan kita, kita harus mengakui batasan yang diberikan oleh alam dan memperhatikan peringatan yang dimaksudkan untuk melindungi kita.
Seiring berlanjutnya curah hujan yang lebat dan meluapnya sungai yang mengancam untuk memperburuk situasi, prediksi menunjukkan bahwa banjir mungkin bertahan setidaknya hingga 30 Januari 2025. Ketidakpastian masih menggantung, dan kita harus tetap waspada dalam upaya respons banjir kita, baik melalui dukungan komunitas, berbagi informasi, atau mengadvokasi mereka yang terdampak.
Di saat krisis ini, kita harus bersatu, tidak hanya sebagai individu tetapi sebagai kolektif, bekerja menuju solusi aman dan mengembalikan keadaan normal bagi keluarga yang terdampak.